Cium Aku!

Jika ciuman itu memabukkan
aku tak perduli
karena darimu ketersediaannya seperti
air di musim penghujan
yang selalu kunikmati sepanjang waktu
terlebih karena kau selalu royal
menciumku kapan saja, di mana saja, karena apa saja
sebab cinta adalah koruptor berkubang
dalam nikmat nafsu yang mewah.

Tapi ini musim kemarau
karena rindu ciummu entah terjatuh di
samudera mana
dalam jarak 12 ribuan kilometer ini
semacam ledeng mampet di kotaku
walaupun sumber airnya tampaknya
tak pernah pelit membagi
tapi pipa-pipa tersumbat
karena biaya pemeliharaannya
digerogoti entah oleh kantor yang mana.

 

Dua musimmu.
Empat musimku.
Kalikan tiga.
Jangan hitung berapa ciuman
yang terkapar dalam ruang sepenggal
yang dinamai ruang hampa megap-megap
sesak napas terburu rindu
serasa diburu KPK operasi tangkap tangan.

Penjarakan aku
dalam rindu ciummu
mungkin di situ
kesadaranmu terganggu
akan ingatan akan hadirku
lalu kita bercumbu
dalam lamun
sampai bertemu
beberapa musim lagi!

————————-

Postcript: Susah sekali menulis puisi setahun terakhir, karena saya dilimpahi rasa cinta yang tumpah ruah. Butuh mengalami patah hati biar bisa menulis puisi yang nendang sampai ke ulu hati. Kasih tak sampai memang bisa sangat menginspirasi orang bersajak termehek-mehek. Saya pun pernah begitu. Blog sebelah apa lagi. Iya. 

 

4 thoughts on “Cium Aku!

    • *Berasa kek dikomentari Pak Tino Siddin*

      Makasih ya, Kakak Jensen Junjunganku, eh, Panutanku, eh, apalah-apalah. Mau bagus atau enggak, yang penting pesannya nyampe. Ya kan? 😀

      Like

Leave a comment